Keadaan Suku Batak Sebelum Injil Datang
Keadaan Suku Batak Sebelum Injil Datang
Suku Batak dipercayai sebagai keturunan Si Raja Batak, bermukim di daerah sekitar Danau Toba yang disebut daerah Tapanuli atau Tanah Batak. Suku Batak pada awalnya merupakan suku yang tertutup, mempunyai aksara, bahasa, seni dan tertib hidup yang tersendiri. Permusuhan-permusuhan antar marga/desa sering terjadi. Tradisi nenek moyang dipegang teguh sebagai adat Batak yang menguasai kehidupan suku. Agama suku Batak dikenal dengan istilah ‘sipelebegu’ pada dasarnya merupakan pemujaan nenek-moyang. Adat Batak menolak perubahan karena perubahan dari adat kebiasaan merupakan penyimpangan yang fatal.
Pada Tahun 1834 dua missionaris Amerika Serikat bernama Samuel Muson dan Henry Lyman diutus suatu zending di Boston untuk pekabaran injil di tanah Batak. Mereka memasuki Sibolga, lalu kemudian ke Rura Silindung, namun mereka berdua dibunuh dan dagingnya dimakan oleh sekelompok orang Batak. Peristiwa itu terjadi di kawasan Lobu Pining, dekat kampong Adian Hoting (Tobing, 1956:14). Peristiwa itu digambarkan sebagai akibat ketakutan dan kemarahan orang Batak terhadap bahaya yang mengancam kebebasan mereka yang datang dari pihak “sibontar mata” atau orang barat. Meski peristiwa pembunuhan itu tersiar luas ke Eropa, namun para misionaris barat seakan tidak takut untuk mengunjungi tanah Batak.
Adanya penolakan akan pekabaran injil memberikan gambaran bahwa suku Batak pada masa sebelum menerima Injil masih relatif terbelakang dalam segi peradaban dan bahkan masih ada yang bersifat kanibal. Memang benar bahwa Suku Batak pun sekarang sudah dapat menerima keberagaman dan arus modernisasi, namun itu tidak berarti pembaharuan dapat terjadi sepenuhnya.
Jadi dapat dikatakan bahwa adat Batak yang asli tercipta dan bertumbuh dari latar belakang suku Batak yang tertutup, terbelakang, sipelebegu, saling bermusuhan antar marga/desa. Pembaharuan adat Batak pada dasarnya baru mulai terjadi pada waktu Injil Kristus datang ke Tanah Batak.
Keadaan Suku Batak Sesudah Injil Datang
Belanda mengirim Van Asselt untuk bekerja sebagai penginjil di Pulau Sumatera. Dia tiba di Padang pada bulan Desember 1856, Gubernur Sumatera Barat mempekerjakannya sebagai pengawas produksi perkebunan kopi milik pemerintah Belanda di Angkola sekaligus untuk misi penginjilannya. Setibanya di sipirok kawasan Angkola, dia menunaikan tugas penginjilan. Inilah usaha pertama kali yang berhasil dilakukan di Tanah Batak. Dengan berbagai usaha Ia berhasil membaptis Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar sebagai orang pertama masuk agama Kristen di Sipirok bahkan di seluruh kawasan Tanah Batak.
Selama rentang empat tahun, para missionaries dari Belanda berdatangan mengikuti jejak Van Asselt seperti Dammerboer bertugas di Hutaimbaru, Van Dalen di Pargarutan dan Betz di Bungabondar yang kesemuanya berada dikawasan Angkola.
Tuhan yang mengasihi suku Batak meskipun suku Batak pada mulanya menolak Injil dan membunuh pemberita Injil, mengutus lagi para pemberita Injil ke Tanah Batak. Pada 1834 yakni tahun dibunuhnya Munson dan Lyman, I.L.Nommensen lahir. Pada 1861 Nommensen berangkat untuk memberitakan Injil ke Tanah Batak dan pada 1864 bahkan membawa Injil kabar baik itu kembali ke Sisangkak, kepada Panggalamei yang telah membunuh Munson dan Lyman 30 tahun sebelumnya. Hal ini merupakan suatu demonstrasi kasih Tuhan yang dahsyat dan patut disyukuri semua orang Batak yang sudah diselamatkan Tuhan. Nommensen meninggal 1918 dan dimakamkan di Tapanuli. Suku Batak secara keseluruhan menerima Injil melalui pelayanannya, sehingga Nommensen dijuluki “rasul orang Batak”.
Selain itu, pada 7 oktober 1861 Van Asselt berkumpul bersama missionaries Belanda dirumah Bondanalolot Nasution di Parausorat-Sipirok utk menyambut kedatangan missionaries Jerman dan merencanakan penginjilan di Tanah Batak. Mereka adalah Klammer. Sejak itulah berkesinambungan pengijilan di tanah Batak yang beralih dari missionaries Belanda ke missionaries Jerman. Tanggal itulah yang dijadikan sebagai hari lahirnya Gereja HKBP (Huria Batak Kristen Protestan).
Kuasa pembaharuan yang dikerjakan oleh Tuhan menimbulkan perubahan dalam kehidupan suku Batak. Kita harus bersyukur akan hal tersebut. Suku Batak yang tadinya tertutup menjadi terbuka, tadinya terbelakang menjadi maju dan dapat meraih kesuksesan, tadinya sipelebegu menjadi penyembah Allah. Orang Batak yang tadinya sering bermusuhan dan saling membunuh menjadi orang Kristen yang pendamai bahkan banyak menjadi pembawa Injil damai sejahtera itu kepada orang-orang lain di dalam dan di luar Tapanuli bahkan hingga ke dunia. Dengan sendirinya adat Batak juga turut berubah.
Bacaan Tambahan
- Masuknya Kristen ke Suku Batak http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_masuknya_Kekristenan_ke_suku_Batak
- Sejarah Pekarabaran Injil bagi Suku Batak http://siraitmargaku.blogspot.com/2011/03/sejarah-pekabaran-injil-di-tanah-batak.html
- Riwayat Nomensen http://bannersiburian.blogspot.com/2011/07/riwayat-hidup-il-nommensen.html
*Catatan:
Secara harafiah sipele begu berarti orang yang memberi makanan kepada hantu (“sipele” berarti pemberi makanan, “ begu” berarti hantu) yang dipercayai sebagai roh leluhur yang bisa marah dan menghukum orang kalau “adat”nya atau tradisi yang ditetapkannya dilanggar.
Secara harafiah sipele begu berarti orang yang memberi makanan kepada hantu (“sipele” berarti pemberi makanan, “ begu” berarti hantu) yang dipercayai sebagai roh leluhur yang bisa marah dan menghukum orang kalau “adat”nya atau tradisi yang ditetapkannya dilanggar.
Sumber Gambar : projectiamalaysian.wordpress.com
Post a Comment