HATI SELUAS TELAGA
Suatu hari seorang pemuda yang gusar datang menghampiri seorang kakek yang bijaksana di rumahnya. Pemuda itu kemudian mengeluarkan semua amarahnya di hadapan sang kakek, tentang kepahitan yang ia alami dalam hidupnya. Sang kakek pun hanya diam saja mendengarkannya. Setelah di pemuda selesai dengan amarahnya, giliran sang kakek yang berbicara,"Anak muda, coba engkau ambil segelas air." "Untuk apa kek?" Jawab si pemuda keheranan."Lakukan saja!" Lanjut sang kakek. Maka pemuda itu segera masuk ke dalam rumah, dan keluar sambil membawa segelas air. Kemudian sang kakek memasukkan serbuk pahit ke dalam air itu dan menyuruh pemuda tadi meminumnya. Ketika pemuda tersebut meminumya, ia langsung memuntahkan air tersebut dari mulutnya,"Wuah! Pahit sekali kek!" Teriak pemuda itu.
Kemudian sang kakek membawa pemuda itu ke sebuah tempat, dimana di situ terletak sebuah telaga yang cukup luas. Sesampainya di telaga itu, sang kakek mengulang kembali tindakannya tadi, iapun memasukkan segenggam serbuk pahit itu ke dalam telaga dan kemudian menyuruh pemuda tersebut meminum air telaga itu. Setelah selesai meminumya, san kakek bertanya kepadanya,"Sekarang bagaimana, apakah rasanya pahit?" Ujar sang kakek, Pemuda itu menggelengkan kepalanya. "Anak Muda!" Ujar sang kakek, "
Kepahitan yang kamu alami itu seumpama serbuk pahit tadi, sedangkan hatimu bagaikan segelas air dan telaga ini. Kepahitannya itu ukurannya sama tetapi ketika engkau menempatkannya pada hatimu yang seukuran air segelas, maka engkau akan merasa pahit, tetapi ketika engkau taruhkan di hatimu yang seluas telaga, maka engkau tidak akan merasakan apa-apa. Sekarang tergantung padamu, mau dimana engkau tempatkan kepahitan hidupmu, apakah di hatimu yang sempit atau di hatimu yang luas. Mendengar ucapan sang
kakek, pemuda itu segera menyadari kesalahan bahwa ia begitu cepat emosi.
Ketika kita mengalami kekecewaan, hanya pada hati yang seluas telagalah yang bisa membuatmu tidak merasa pahit. Dan hanya Tuhan Yesus yang mampu menjadikan hati kita seluas telaga.
Milikialah Hati yang lapang, maka kita akan cukup menampung semua kepahitan hidup tanpa ada rasa pahit.
"Jagalah hatimu dengan kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4 : 23)
Kemudian sang kakek membawa pemuda itu ke sebuah tempat, dimana di situ terletak sebuah telaga yang cukup luas. Sesampainya di telaga itu, sang kakek mengulang kembali tindakannya tadi, iapun memasukkan segenggam serbuk pahit itu ke dalam telaga dan kemudian menyuruh pemuda tersebut meminum air telaga itu. Setelah selesai meminumya, san kakek bertanya kepadanya,"Sekarang bagaimana, apakah rasanya pahit?" Ujar sang kakek, Pemuda itu menggelengkan kepalanya. "Anak Muda!" Ujar sang kakek, "
Kepahitan yang kamu alami itu seumpama serbuk pahit tadi, sedangkan hatimu bagaikan segelas air dan telaga ini. Kepahitannya itu ukurannya sama tetapi ketika engkau menempatkannya pada hatimu yang seukuran air segelas, maka engkau akan merasa pahit, tetapi ketika engkau taruhkan di hatimu yang seluas telaga, maka engkau tidak akan merasakan apa-apa. Sekarang tergantung padamu, mau dimana engkau tempatkan kepahitan hidupmu, apakah di hatimu yang sempit atau di hatimu yang luas. Mendengar ucapan sang
kakek, pemuda itu segera menyadari kesalahan bahwa ia begitu cepat emosi.
Ketika kita mengalami kekecewaan, hanya pada hati yang seluas telagalah yang bisa membuatmu tidak merasa pahit. Dan hanya Tuhan Yesus yang mampu menjadikan hati kita seluas telaga.
Milikialah Hati yang lapang, maka kita akan cukup menampung semua kepahitan hidup tanpa ada rasa pahit.
"Jagalah hatimu dengan kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4 : 23)
Post a Comment