CIRI-CIRI KHAS MANUSIA MODERN

II.CIRI-CIRI KHAS MANUSIA MODERN
Setelah mengikuti latar belakang pemikiran manusia modern di atas, kita akan lebih mudah mengenal gejala dan ciri-ciri khas manusia sekarang. Manusia modern merupakan produk dari dua arus filsafat yang bertentangan di atas, di satu segi mereka optimis terhadap kemampuan teknologi manusia, tetapi di dalam segi lain, mereka begitu pesimis terhadap masa depan manusia. Di satu sisi mereka merasa dirinya sudah tiba pada puncak peradaban manusia, tetapi di sisi lain mereka merasa dirinya makin tenggelam dalam ketanpa-artian hidup (meaninglessness). Mereka menolak agama dan kehadiran Allah dalam hidupnya, tetapi mereka mencari kelepasan melalui mistikisme. Karena itu tidak heran di dalam cara berpikirnya, juga ada kontradiksi sebagai akibat dua arus di atas, berikut ini akan kami bahas beberapa ciri khas manusia modern.
1. Humanisme
Istilah ini sebetulnya luas sekali, tetapi secara singkat kami simpulkan sebagai suatu pandangan hidup yang berpusatkan pada diri manusia sendiri. Ini merupakan agama, tetapi agama yang tanpa Allah. Di antara sekian banyak kontributor terhadap pandangan humanisme, ada semacam keseragaman sebagai berikut:
- Manusia tidak rusak akibat dosa sejak lahir.
- Tujuan hidup adalah hidup itu sendiri sekarang bukan di akhirat.
- Dengan akal manusia dapat meningkatkan kehidupan yang baik.
- Kondisi utama untuk mencapai kemajuan hidup ialah melepaskan diri dari ikatan tahyul dan tekanan otoritas.
2. Naturalisme
Naturalisme ialah pandangan hidup yang menganggap bahwa alam semesta adalah suatu sistem tertutup yang saling berinteraksi, tanpa campur tangan dari yang supranatural. Bagaimana bisa mengerti gejala alam dan proses kehidupan di dalamnya? Satu-satunya jalan ialah melalui sains, hanya sains yang bisa memberikan gambaran tentang realita yang sesungguhnya. Di dalam kaitan dengan teologia Kristen, hal ini berarti apabila terjadi data-data di dalam Alkitab yang bertentangan dengan sains (atau sepertinya sains), misalnya: geologi, astronomi, dan khususnya biologi, maka pasti Alkitablah yang salah. Pada hakekatnya pengikut naturalisme sudah mempunyai presuposisi bahwa hal-hal yang supranatural itu tidak ada.
3. Ateisme Praktis
Ateisme praktis berbeda dengan ateisme dalam hal bahwa seorang ateis bukan hanya orang yang tidak beragama, bahkan dengan gamblang menyerang keberadaan Allah. Akibat pengaruh deisme,3 dan yang lebih populer belakangan ini yaitu agnostisisme, maka ateisme sebetulnya tidak terlalu popular lagi. Yang lebih banyak ialah ateisme praktis, mereka mungkin beragama, tetapi gaya hidupnya sangat sekuler, keberadaan Allah dengan segala firman yang harus dilaksanakan manusia secara praktis tidak ada hubungan apa-apa dengan dirinya. Ateis praktis tidak menyangkali Allah, namun di dalam setiap usaha mereka sebetulnya berpusat pada dirinya sendiri, mereka tidak mengenal kehidupan doa yang merupakan pengakuan kebutuhan manusia untuk bersandar kepada Allah. Pandangan ini sebetulnya banyak menyusup ke dalam gereja, khususnya di dalam negara Indonesia yang menganjurkan penduduknya untuk beragama tersebut.
4. Pragmatisme
Salah satu problem yang terbesar dari manusia ialah hilangnya konsep "truth" (kebenaran). Dahulu manusia berpikir bahwa ada suatu kebenaran mutlak yang menjadi standard kehidupan. Namun sejak pragmatisme dipopulerkan oleh William James, orang sekarang menganggap bahwa kebenaran ialah sesuatu yang bisa membawa hasil nyata (truth is what works). Dengan gagasan ini satu-satunya ujian bagi kebenaran ialah konsekuensi praktisnya, dengan demikian kebenaran menjadi relatif. Kalau diterapkan dalam agama berarti ajaran-ajaran atau aspek-aspek dalam agama tidak bernilai pada dirinya sendiri melainkan pada akibat moral dan psikologisnya. Pandangan ini mempunyai aspek kebenaran di dalamnya, terkadang kita terpancang pada kata-kata atau teori-teori kebenaran tanpa memikirkan penerapannya. Namun perlu diperhatikan bahwa suatu kebenaran itu biasanya membawa hasil, tetapi sesuatu yang membawa hasil belum tentu merupakan kebenaran.
5. Subyektivisme
Sebagaimana sudah kami singgung di bagian sebelumnya, akibat dari aksistensialisme dan juga yang lebih belakangan yaitu pragmatisme; di mana kebenaran yang universal itu dianggap tidak ada, maka manusia menjadi subyektif sekali di dalam menilai segala sesuatu. Pandangan ini dapat dikatakan merupakan suatu usaha untuk mengerti segala sesuatu dari segi si pelaku itu sendiri, bukan apa yang dikatakan orang lain, atau tradisi, atau ajaran agama sekalipun. Setiap orang adalah unik dalam keberadaannya, bahwa dirinyalah yang berpikir, mempertimbangkan dan memutuskan untuk masa depannya sendiri. Pandangan ini sebetulnya merupakan reaksi terhadap tata masyarakat modern yang cenderung bersifat massal, baik di bidang industri, teknologi, politik dan birokrasi, sehingga seolah-olah pandangan dari nilai pribadi itu ditelan dalam sistem tersebut.
6. Nihilisme
Akibat paling fatal dalam cara berpikir manusia modern ialah nihilisme. Ini merupakan konsekuensi daripada pilihan manusia sendiri yang tidak mau lagi mengakui keberadaan Allah, kebenaran yang mutlak, dan pemusatan pada diri manusia sendiri. Sehingga akhirnya manusia merasa dirinya tidak lagi mempunyai makna hidup (meaninglessness). Di antara para filsuf, Nietzsche dapat dikatakan sebagai Bapa Nihilisme, dan hidup secara konsisten dengan pandangan hidupnya itu. Dia mengatakan kalau tidak ada Allah, tidak ada agama berarti tidak perlu juga ada norma moral. Setiap orang menciptakan arti hidupnya sendiri, dan menentukan sendiri apa yang baik dan tidak baik bagi dirinya. Sayang sekali, sebagai seorang mahasiswa teologia yang brilian di Bonn, dia harus mengakhiri hidupnya dalam kefrustrasian dan menjadi orang yang kurang waras mentalnya.

No comments

Powered by Blogger.